(Khotbah Jumat)
PERMATA DALAM DIRI MANUSIA
Oleh : Drs. Khanifudin, M.Pd.I
اَلْحَمْدُ
ِللهِ
الًّذِى
خَلَقَ
الْاِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيْمِ
وَالّذِيْ هَدَانَا
لِطَرِيْقِهِ
الْقَوِيْمِ
وَفَقَّهَنَا
فِي دِيْنِهِ
الْمُسْتَقِيْمِ.
أَشْهَدُ
أَنْ لآاِلهَ
إِلّاَ اللهُ
وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ
لَهُ شَهَادَةً
تُوْصِلُنَا
إِلَى
جَنَّاتِ
النَّعِيْمِ
وَتَكُوْنُ
سَبَبًا
لِلنَّظَرِ
لِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ.
وأَشْهَدُ
أَنْ سَيِّدَنَا
وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
النَّبِىُ
الرَّؤُفُ
الرَّحِيْمُ
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ
أُوْلِى الْفَضْلِ
الْجَسِيْمِ.
أَمَّا
بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا
الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ
اللهُ،
أُوْصِيْنِيْ
نَفْسِيْ
وَإِيَّاكُمْ
بِتَقْوَى
اللهِ،
فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ
قَالَ اللهُ
تَعَالَى:
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ
لَقَد
خَلَقنَا
الإِنسَانَ
فِيۤ أَحسَنِ
تَقوِيمٍ
Ma’asyiral Muslimin
rakhimakumullah,
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk terbaik. Ia diciptakan dengan
bentuk fisik yang indah, juga diberi
perangkat lunak yang sempurna, seperti akal pikiran, rasa, dan karsa (kehendak).
Manusia berbeda dari makhluk Allah lainnya. Malaikat diciptakan hanya memiliki akal tanpa
diberi syahwat dan nafsu. Hewan
dibekali syahwat sehingga hidupnya hanya mengikuti keinginan kebutuhan badannya; makan, minum, berhubungan badan dan segala
keinginan yang bersifat jasmaniah. Sementara setan diciptakan hanya dengan bekal
nafsu sehingga sepanjang hidupnya selalu ingkar akan
nikmat Allah. Manusia,
sebagaimana disebutkan dalam surat At-Tiin ayat 4 diciptakan
dalam bentuk yang sebaik-baiknya
: لَقَدۡ
خَلَقۡنَا
الۡإِنۡسَانَ
فِيۡۤ أَحۡسَنِ
تَقۡوِيۡمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Manusia diciptakan dengan segala sesuatu
yang dikaruniakan kepada malaikat, hewan dan setan, yakni
berupa akal pikiran, syahwat, dan hawa nafsu.
Oleh karena itu, kehidupan umat manusia lebih
dinamis, karena manusia berjuang dalam tarikan antara
ketiganya. Manusia bisa menjadi seperti
malaikat hanya tunduk patuh pada
Allah, bisa seperti hewan hanya mementingkan
keinginan jasmaninya, ataupun bisa seperti
setan hanya mengumbar hawa nafsunya. Sebagai makhluk ciptaan dalam bentuk terbaik,
manusia dikaruniai empat hal sebagai
permata dirinya. Empat permata ini
disebutkan Rasulullah dalam hadistnya, sebagaimana dikutip oleh Ihya’ Ulumiddin.
قَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ صلى
الله عليه
وسلم أَرْبَعَةُ
جَوَهِرَ
فِيْ جِسْمِ
بَنِيْ اَدَمَ
يُزَلُهَا
اَرْبَعَةُ
أَشْيَاءَ
اَمَّا
الْجَوَاهِرُ
فَالْعَقْلُ
وَالدِّيْنُ
وَالْحَيَاءُ
وَالْعَمَلُ
الْصَّالِحُ
Rasulullah SAW bersabda,
“Ada empat permata dalam tubuh
manusia yang dapat hilang karena empat
hal. Empat permata tersebut adalah akal, agama, sifat malu, dan
amal salih”.
Akal
adalah alat untuk memahami agama. Agama adalah rambu-rambu atau aturan yang memberikan arah pada manusia, sifat
malu adalah pengendali, dan amal salih adalah
buah dari akal memahami agama dengan pengendali berupa sifat malu
tadi.
Akal
menjadi pemimpin dalam tubuh manusia
untuk memahami mana yang hak dan
batil, mana yang patut ataupun tidak,
mana yang harus dikerjakan ataupun ditinggalkan. Ibnu Hajar al-Asyqalani dalam kitabnya Nashaihul Ibad mendefinisikan akal sebagai
جَوْهَرٌ
رُوْحَانِيٌّ
خَلَقَهُ
اللهُ تَعَالَى
مُتَعَلَّقًا
بِبَدْنِ
الاِنْسَانِ
يُعْرَفُ
بِهِ
الْحَقُّ
وَالْبَاطِلُ
“Permata ruhani ciptaan Allah yang berada dalam jasad manusia
untuk mengetahui sesuatu yang hak dan batil.”
Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,
Permata kedua yang dikaruniakan Allah kepada manusia adalah agama. Agama adalah aturan atau
norma yang mengarahkan akal manusia untuk
menerima hal-hal yang baik, layak dan
pantas. Agama menjadi pedoman bagaimana manusia menjalani kehidupannya; bagaimana mengendalikan syahwat dan nafsu. Akal sehat akan mengarahkan
kita dapat menerima agama yang hanif (lurus), yang mampu memberikan ketenangan lahir batin dan
dapat melahirkan sifat pengedali (malu), serta membuahkan
amal salih. Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun
setan. Oleh karena itu, Ibnu
Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi
dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun.
Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak
diberikan pada hewan. Sementara haya’un imaniyun adalah
أَنْ
يَمْنَعَ
المُؤْمِنُ
مِنْ فِعْلِ
الْمَعَاصِي
خَوْفًا مِنَ
اللهِ
“Ketika seorang mukmin mampu mencegah
dirinya untuk berbuat maksiat karena takut kepada
Allah subhanahu wata'ala.”
Sifat ini hanya diberikan pada orang mukmin
yang mampu menggunakan akalnya untuk memahami
perintah dan larangan Allah. Karena itu, wajar jika
Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada sahabatnya dengan mengatakan
:
اَلْحَيَاءُ
مِنَ
الْاِيْمَانِ
“Malu itu sebagian
dari iman.”
Malu untuk berbuat maksiat, malu meninggalkan perintah agama, malu tidak berbuat baik
dan lain sebagainya.
Maasyiral Muslimin rakhimakumullah, Permata yang terakhir yang dimiliki manusia adalah amal shalih, yakni perbuatan yang patut dan baik
menurut kaidah agama. Amal shalih adalah
buah dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama, serta kemampuan kita mengendalikan sikap dalam kehidupan. Banyak orang mampu
memahami agama atau mengerti ilmu agama, tetapi tidak mampu
mengendalikan syahwat dan nafsunya, sehingga
ia tidak memiliki rasa malu, maka ia hanya
bisa melakukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kebutuhannya yang kadang merugikan orang lain. Contoh sederhana yang dapat kita amati
dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang pandai
agama tetapi tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan mengamalkan
ilmu agama, namun hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya atau kelempoknya.
Maka akibat yang timbul dari itu bukan amal
shalih tetapi justru maksiat.
Jamaah Jumat yang dimulayakan Allah, Rasulullah dalam dalam hadits
di atas juga
mengingatkan pada kita akan bahaya
yang mengancam empat permata manusia tersebut. Rasul mengatakan
فَالْغَضَبُ
يُزِيْلُ
الْعَقْلَ
وَالْحَسَدُ
يُزِيْلُ
الدِّيْنَ
وَالطَّمَعُ
يُزِيْلُ
الْحَيَاءَ
وَالْغِيْبَةُ
يُزِيْلُ
الْعَمَلَ
الصَّالِحَ
“Ghadlah (marah-marah) dapat menghilangkan akal, iri dan
dengki (hasud) dapat menghilangkan agama, serakah (thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan
menggunjing (ghibah) dapat menghilangkan amal shalih.
Maasyiral Muslimin
rakhimakumullah, Semoga kita dapat mengoptimalkan
permata yang ada dalam hidup kita
untuk menjadi insan pilihan dan
masuk dalam kategori muttaqin (orang yang memiliki ketakwaan).
باَرَكَ
اللهُ لِيْ
وَلكمْ فِي
القُرْآنِ العَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ
وَإِيّاكُمْ
بِالآياتِ
والذِّكْرِ
الحَكِيْمِ.
إنّهُ
تَعاَلَى
جَوّادٌ كَرِيْمٌ
مَلِكٌ بَرٌّ
رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ
وَكَفَى،
وَأُصَلِّيْ
وَأُسَلِّمُ
عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى،
وَعَلَى
آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ
أَهْلِ الْوَفَا.
أَشْهَدُ
أَنْ لَّا
إِلهَ إِلَّا
اللهُ
وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ
لَهُ،
وَأَشْهَدُ
أَنَّ
سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا
بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ،
أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى
اللهِ
الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ
وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ
أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ
عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ
بِالصَّلَاةِ
وَالسَّلَامِ
عَلَى
نَبِيِّهِ
الْكَرِيْمِ
فَقَالَ: إِنَّ
اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ
عَلَى
النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا
عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا،
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ
وَبَارِكْ
عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى
سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ،
فِيْ
الْعَالَمِيْنَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ،
اللهم ادْفَعْ
عَنَّا
الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ
وَالْوَبَاءَ
وَالْفَحْشَاءَ
وَالْمُنْكَرَ
وَالْبَغْيَ
وَالسُّيُوْفَ
الْمُخْتَلِفَةَ
وَالشَّدَائِدَ
وَالْمِحَنَ،
مَا ظَهَرَ
مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ،
مِنْ
بَلَدِنَا
هَذَا
خَاصَّةً
وَمِنْ بُلْدَانِ
الْمُسْلِمِيْنَ
عَامَّةً،
إِنَّكَ
عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ
قَدِيْرٌ
عِبَادَ
اللهِ، إنَّ
اللهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ
وَالْإحْسَانِ
وَإِيْتَاءِ
ذِي
الْقُرْبَى
ويَنْهَى
عَنِ الفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ
وَالبَغْيِ،
يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذكُرُوا
اللهَ
الْعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ
وَلَذِكْرُ
اللهِ
أَكْبَرُ